Saat Saat Terakhir
Sambungan...........
Pasar
hari ini rame oleh ibu-ibu yang tengah memilih-milih barang belanjaan. Ada juga
kumpulan bapak-bapak yang sibuk dengan dagangannya. Udara pengap serta bau
keringat yang tidak bisa dihindari menyesakkan nafas Nek Ida. Kondisi jalanan sempit
dan becek, menyulitkan gerakkannya.
Seperti
biasa, Fajar selalu membantu Nek
Ida di pasar jika sedang libur sekolah dan kebetulan hari ini dia
sudah menjadi alumni SMA Negeri 2 Sedayu. Seluruh barang belanjaan diangkut ke atas sepeda reot satu-satunya yang dimiliki keluarga
kecil ini. Tak terasa
matahari berada pada posisi puncaknya, panas yang begitu menyengat
membuat keringat bercucuran.
Diperhatikannya tubuh rentah Nek Ida,
masih terdapat sedikit sendi-sendi
kekuatan. Dalam hati Fajar
hanya bisa memanjatkan doa untuk kesehatannya.
“Cu’ sini, tolong bawa
ini ke ronjot!”
Dengan perasaan yang
semakin takut kehilangan, dia
mengangkat tumpukan sayur bayam
ke sepeda butut yang diparkir
di ujung
pasar. Sesekali dia perhatikan neneknya terbatuk diselah-selah memilih barang. Seakan Nek Ida tidak mau
kalah dengan keadaan. Dia tetap terus
memilih barang-barang yang dianggapnya terbaik.
“Andai
saja nenek mau beristirahat dan
tidak lagi berjualan, Aku
akan fokus bekerja untuk
memenuhi kebutuhannya walaupun
harus meninggalkan cita-cita untuk kuliah.” Harapannya dalam hati.
Tapi apa yang bisa dia perbuat? Nek Ida
orangnya “keras kepala”, dia tetap
bersikukuh untuk berjualan dan tidak mau hanya berpangku tangan kepada siapapun
termasuk kepada cucu angkatnya sendiri.
Fajar
masih ingat betul kata-kata neneknya “Kamu tuh harus terus belajar dan beribadah cu’, Karena hanya
itu yang dapat membahagiakan nenek.”
Dulu
kala Fajar pernah nekat menjadi buruh panggul di
pasar, dengan bangga dia membawa
beberapa lembar uang ribuan untuk neneknya.
Akan tetapi bukan pujian yang didapat
melainkan omelan yang membuat dia menangis saat itu. Sejak saat itu dia tidak mau lagi membuat neneknya
marah, dia hanya ingin selalu dapat
membahagiakannya.
Sesampainya di rumah, Fajar menata semua barang yang dibeli dari pasar di atas meja. Dengan telaten-nya
semua barang ditata dengan rapi, besar harapan agar sang nenek senang. Inilah
yang dapat dia berikan sebagai tanda bakti kepada neneknya.
Sedangkan
di belakang rumah, sang nenek tengah masak nasi dan ayam yang diam-diam dibeli
saat di pasar sebagai hadiah untuk kelulusan sang cucu. Ditengah perasaannya
yang akan segera berpisah dengan sang cucu, Nek Ida ingin memberikan hadiah dalam
bentuk masakan yang enak. Selama ini dia merasa tidak pernah memberikan makanan
yang enak kepada cucu tercintanya. Bagi keluarga seperti mereka, ayam adalah
masakan yang special.
vvv
Setelah sholat magrib
berjama’ah dan menikmati makanan
special, Nek
Ida terbatuk-batuk seperti biasanya. Tetapi hari ini Fajar begitu
mengkhawatirkannya sehingga dia ingin membawa sang nenk berobat ke puskesmas
desa. Dia tak kuasa
melihat kondisi sang nenek yang
baginya semakin menurun.
Dia pun meminta izin sang nenek untuk memanggil dokter
puskesmas desa. Tapi lagi-lagi hal itu tidak disetujui sang nenek karena dia
merasa kondisinya baik-baik saja.
Entah
apa yang difikirkan Fajar, dia tetap bersih keras ingin pergi
ke puskesmas walaupun sang nenek
melarang..
“Cu’ mau kemana??”
“Ke puskesmas nek, bentar aja!”
“Gak usah cu’, nenek
gak apa-apa, di sini saja temenin
nenek, nenek gak mau kamu tinggal
pergi!”
“Cuma bentar nek, nenek
tunggu bentar di rumah, Fajar
cuma bentar kok.”
Tanpa mendengar jawaban
Nek Ida dia langsung pergi. Harapan dia hanya ingin
dokter memeriksa nenek di rumah.
Dengan mengendarai sepeda reot
milik Nek Ida, dia
melaju dengan pasti. Berjejer pepohonan yang ada di pinggir jalan seakan
lari maraton kearah berlawanan dengan arah sepedanya.
Suasana desa yang sepi,
memacunya untuk menambah laju sepeda.
Dengan sekuat tenaga dia
kayuh sepeda reot itu.
Bunyi kriieetttt kriieettt begitu keras terasa. Seakan dia tidak peduli dengan itu semua, dalam benaknya hanya ada bagaimana bisa cepat sampai ke
puskesmas. Jarak puskesmas yang sebenarnya tidak jauh dari rumah terasa sangat
jauh.
Tiba-tiba suara deru
motor terdengar, Fajar
panik. Suasana malam yang gelap membuatnya
tak dapat melihat dengan sempurna. Dia
lupa bahwa sepeda reot ini tidak memiliki rem.
“Brraaaaakkk!”
Fajar
pun tersungkur dalam posisi sujud menghadap Sang
Pencipta. Saat itu juga dia
berpulang ke Rahmatullah. Dengan senyum mengembang dia menutupkan matanya.
Lain
dari pada itu, Nek Ida baru saja menyelesaikan bacaan ayat suci Al Qur’an di
dalam kamarnya yang bersianarkan lampu minyak tanah. Dan tepat saat itu juga, foto
sang cucu yang berada di atas meja jatuh terhembus angin yang tiba-tiba bertiup
masuk dari jendela.
“Deg!!”
perasaan Nek Ida kaget, dalam fikirannya timbul hal-hal yang tidak-tidak. Dia
semakin resah karena ternyata sang cucu belum juga pulang. Dia hanya bisa berharap
sang cucu baik-baik saja.
Malam
pun semakin larut. Dilihatnya jam yang ada di dinding kamar sudah menunjukkan
pukul 10 malam. Dia semakin khawatir. Sudah 3 jam setelah sang cucu keluar
rumah tapi tidak juga kunjung pulang. Sekali lagi dia hanya dapat bermunajah
untuk keselamatan cucunya. Ia pun mengambil air wudhu dan sholat isya.
Tepat
setelah salam terakhir, terdengar suara ribut-ribut di luar rumah. Sepertinya banyak
orang berbondong-bondong menuju ke pekarangan rumah. Seketika itu Nek Ida
bangkit dari duduk takhiyat akhir, mukena masih melekat di tubuh. Bergegas dia
menuju pintu depan, lalu membuka gagang pintu.
“Ya
Allah!!”
Didapatinya
tubuh kaku Fajar dibopong empat orang pemuda. Nek Ida lemas terduduk di depan
pintu. Air mata jatuh berlinang membasahi pipi. Tangisan yang tidak dapat dibendung
akhirnya pecah juga. Walaupun semua ini tidak bisa dimengerti, tetapi Nek Ida
sadar bahwa firasat yang dia rasakan selama ini adalah benar. Dia akan berpisah
dengan cucu kesayangannya.
Dan
ternyata benar, hari ini adalah saat-saat terakhirnya bersama sang cucu. Masakan
spesial yang disuguhkan sebagai hadiah atas kelulusan ternyata sekaligus
sebagai hadiah terakhir untuk cucunya. Semua perhatian yang dicurahkan kepada
neneknya adalah perhatian terakhir dari Fajar.
Sesungguhnya setiap sesuatu
yang hidup akan mati. Dan kematian adalah kehendak Allah SWT yang tidak ada seseorang
pun yang mampu menghalangi atau menunda, kapan dan dimana kematian akan datang.Karya Penaku,